Selasa, 03 Januari 2012

Makalah Ruju'


RUJU'

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
"HUKUM PERKAWINAN ISLAM"




BAB I
PENDAHULUAN
     Latar Belakang
Perkawinan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Ia bahkan menjadi kebutuhan dasar ( basic demand) bagi setiap manusia normal. Tanpa perkawinan, kehidupan seseorang akan menjadi tidak sempurna dan lebih dari itu menyalahi fitrahnya.[1]
Dalam hubungan perkawinan ini terdapat maslah ruju', seperti halnya bekas suami ingin meruju' kembali bekas isterinya selam masa iddahnya belum berakhir. Oleh karena itu perlu adanya pembahasan khusus' tentang ruju', agar menjadi pedoman bagi bekas suami yang akan meruju' bekas isterinya, serta menjadi pedoman bagi bekas isteri untuk memperhitungkan masa iddahnya.



BAB II
PEMBAHASAN
                       
A.     Pengetian rujuk
Ruju' ialah kembali pada ikatan pernikahan dari raj'i yang dilakukan pada masa 'iddah dengan  cara-cara tertentu. Karena itu bila masa 'iddahnya telah selesai tidak lagi disebuut ruju', karena harus melalui akad nikah baru.
Ada pula yang berpendapat lain, bahwasannya rujuk atau dalam istilah hukum disebut raj'ah secara arti kata artinya "kembali". Orang yang rujuk kepada istrinya  berarti kembali.
Dari definisi-definisi tersebut diatas terlihat beberapa kata kunci yang menunjukkan hakikat dari perbuatan hukum yang bernama rujuk itu :
Pertama: ungkapan "kembalinya suami kepada istri" hal ini mengandung arti bahwa di antara keduanya sebelumnya telah terikat tali perkawinan, namun ikatan tersebut sudah berahir dengan perceraian.
Kedua: ungkapan "yang telah di talak dalam bentuk raj'iy", mengandung arti bahwa istri yang bercerai dengan suaminya itu dalam bentuk yang belum putus atau bain.
Ketiga: ungkapan "masih dalam masa iddah", mengandung arti bahwa rujuk itu hanya terjadi selama istri masih berada dalam masa iddah. Bila waktu iddah telah habis, mantan suami tidak dapat lagi kembali kepada istrinya dengan nama rujuk. Untuk itu suami harus memulai lagi nikah baru dengan akad baru.
            Dengan demikian rujuk itu lebih tepat dinamakan melanjutkan atau mengukuhkan kehidupan perkawinan yang sempat berhenti. Pada rujuk menurut yang disepakati oleh ulama, rujuk tidak memerlukan wali untuk mengakadkannya, tidak perlu dihadiri oleh saksi dan tidak perlu pula mahar. Dengan demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana dibandingkan dengan perkawinan.
B. Hukum dan dasar rujuk
            Pada asalnya hukum ruju' adalah jaiz (boleh), tetapi bisa menjadi haram, makruh, sunnah dan wajib.

1.      Haram, jika percerailah lebih baik daripada ruju'.
2.      Makruh, bila diperkirakan justru merugikan bila dilakukan ruju'.
3.      Sunnat, bila diperkirakan ruju' lebih baik dan bermanfaat daripada tetap cerai, dan bagi suami yang menthalaq istrinya dengan thalaq bid'I.
4.      Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu, jika salah seorang istrinya dithalaq sebelum gilirannya disempurnakannya.

Menurut  pendapat lain, hukum rujuk itu sama halnya dengan hukum perkawinan, dalam mendudukkan hukum asal dari rujuk itu ulamak berbedda pendapat. Jamhur ulamak mengatakan bahwa rujuk itu adalah sunat. Dalil yang digunakan jamhur ulamak adalah firman allah dalam surat al-Baqarah ayat 229:

Talaq(yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik

Demikian pula firman allah dalam surat al-Baqarah ayat 228:
Suaminya lebih berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (suami) itu menghendaki islah.
Dalil dalam hadis Nabi di antaranya adalah apa yang disampaikan oleh Ibnu Umar muttafaq alaih yang artinya:
Ibnu umar berkata: saya menceraikan istri saya sedang dalam masa haid, maka umar menanya Nabi SAW. Tentang itu". Nabi  bersabda: "suruhlah dia merujuk istrinya".
Adanya perintah Nabi supaya ibnu umar rujuk adalah karena sebelumnya dia menalak istrinya dalam keadaan haid. Oleh karena itu hukum rujuk itu adalah sunat.[2]
C. Rukun dan Syarat Ruju'
1.      Suami yang meruju' dengan syarat berakal, baligh dan tidak dipaksa.
2.      Istri yang diruju' dengan syarat sudah dikumpulinya dengan keadaan thalaq raj'I dan masih dalam waktu 'iddah.
3.      Shignat (ucapan) ada dua yaitu :
a.       Sharih (jelas) seperti : "aku ruju' engkau". "Aku terima terima kembali kepada engkau".
b.      Kinayah (tidak jelas) misalnya : "aku nikahi engkau. Ruju' dengan ucapan kinayah memerlukan niat, yaitu apabila ia tidak niat maka tidak sah ruju' itu. Disyaratkan ucapan ruju' itu tidak beta'liq (digantungkan), misalnya "aku ruju' engkau bila engkau mau". Ruju' semacam ini tidak sah walaupun istrinya mau.
Ruju' yang dibatasi waktunya juuga tidak sah, misalnya : "aku ruju' engkau sebulan".
4.      Saksi
Saksi dalam ruju' itu diperluka, yaitu dua orang yang adil.
Firman allah SWT :

Apabila mereka Telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah. (Q.S. ath Thalaq : 2)

D.     Tata Cara Rujuk
( Pasal 167 KHI)
a.       Suami yang hendak merujuk istrinya datang bersama-sama  istrinya ke Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami istri dengan membawa penetapan tentang terjadinya talak dan surat keterangan lain yang diperlukan.
b.      Rujuk dilakukan dengan persetujuan istri dihadapan Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pencatat Nikah.
c.       Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah memeriksa dan menyelidiki apakah suami yang akan merujuk itu memenuhi syarat-syarat merujuk menurut hokum munakahat, apakah rujuk yang akan dilakukan itu masih dalam masa iddah talak raj'I, apakah perempuan yang akan dirujuk itu adalah istrinya.
d.      Setelah itu suami mengucapkan rujuknya dan masing-masing yang bersangkutan beserta saksi-saksi menandatangani Buku Pendaftaran Rujuk.
e.       Setelah rujuk itu dilaksanakan, Pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah menasehati suami istri tentang hukum-hukum dan kewajiban mereka yang berhubungan dengan rujuk.[3]
(Pasal 168 KHI)
  1. Dalam hal rujuk yang dilakukan di hadapan Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, daftar rujuk dibuat rangkap 2 (dua), diisi dan ditandatangani oleh masing-masing yang bersangkutan beserat saksi-saksi, sehelai dikirim kepada Pegawai Pencatat Nikah yang mewilayahinya, disertai surat-surat keterangan yang diperlukan untuk dicatat dalam Buku Pendaftaran Rujuk dan yang lain disimpan.
  2. Pengiriman  lembar pertama dari daftar rujuk oleh Pembantu Pegawai Pencatat Nikah dilakukan selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sesudah rujukk itu dilakukan.
  3. Apabila pertama dari daftar rujuk itu hilang, maka pembantu pegawai pencatat nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua, dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.
  4. Apabila lembar pertama dari daftar rujuk hilang, maka Pembantu Pegawai Pencatat Nikah membuatkan salinan dari daftar lembar kedua, dengan berita acara tentang sebab-sebab hilangnya.

(Pasal 169 KHI)
  1. Pegawai Pencatat Nikah membuat surat keterangan tentang terjadinya rujuk dan mengirimkannya kepada Pengadilan Agama ditempat berlangsungnya talak yang bersangkutan, dan kepada suami dan istri masing-masing diberikan kutipan Buku Pendafatan Rujuk menurut contoh yang ditetapkan oleh Menteri Agama.
  2. Suami istri atau kuasanya dengan membawa Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk tersebut datang ke Pengadilan Agama ditemppat berlangsungnya talak dahulu untuk mengurus dan mengambil Kutipan Akta Nikah masing-masing yang bersangkutan setelah diberi catatan oleh Pengadilan Agama dalam ruang yang telah tersedia pada Kutipan bahwa yang bersangkutan telah rujuk.
3        Catatan yang dimaksud ayat (2), berisi tempat terjadinya rujuk diikrarkan, nomor dan tanggal Kutipan Buku Pendaftaran Rujuk, dan tanda tangan Panitera.[4]


BAB III
PENUTUP

Simpulan
Ruju' ialah kembali pada ikatan pernikahan dari raj'i yang dilakukan pada masa 'iddah dengan  cara-cara tertentu. Karena itu bila masa 'iddahnya telah selesai tidak lagi disebuut ruju', karena harus melalui akad nikah baru.
Ada pula yang berpendapat lain, bahwasannya rujuk atau dalam istilah hukum disebut raj'ah secara arti kata artinya "kembali". Orang yang rujuk kepada istrinya  berarti kembali.
Dengan demikian rujuk itu lebih tepat dinamakan melanjutkan atau mengukuhkan kehidupan perkawinan yang sempat berhenti. Pada rujuk menurut yang disepakati oleh ulama, rujuk tidak memerlukan wali untuk mengakadkannya, tidak perlu dihadiri oleh saksi dan tidak perlu pula mahar. Dengan demikian pelaksanaan rujuk lebih sederhana dibandingkan dengan perkawinan.


DAFTAR PUSTAKA

-         Syamsu Alam, andi, 2005, Usia Ideal memasuki Dunia Perkawinan, Kencana Mas, Jakarta.
-         Rahmat, hakim, 2000, Hukum Perkawinan  Islam, Balai Pustaka, Bnadung
-         Syarifuddin, amir, 2009, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Prenada Media, Jaakarta
-         MA-RI, Kompilasi Hukum Islam, 2003









2 komentar: