Rabu, 04 Januari 2012

Tugas Civic Education


Setelah  Indonesia Merdeka Lebih Dari 50 tahun, Apakah Keadilan Negara Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Sudah Tercapai ?


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Pada 1945, mimpi Indonesia tersebut berwujud negara dan pemerintahan, dengan penegasan bahwa,”pemerintahan negara Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta mewujudkan perdamaian dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan negara.” Sebuah misi praktis untuk menegaskan bahwa identitas politik, budaya, dan geografis akan bermakna bila wujudnya kongkrit – dinikmati dalam kehidupan sehari-hari – yang berwujud kesejahteraan, kecerdasan, dan keadilan negara.
Merupakan kenyataan yang tidak bisa dipungkiri  bahwa semenjak Indonesia merdeka lebih dari 50 tahun, menurut M.Fadiroel Rachman, Indonesia hari ini adalah Indonesia pertarungan untuk mewujudkan mimpi Indonesia seabad lalu versus realitas konkrit yang menceraiberaikannya. Dan pada umumnya masyarakat masih banyak merasakan kekurangan banyak dari beberapa segi hal. Banyak misi praktis dan konkrit ini tak terwujud, setiap warga Negara tentu bertanya-tanya untuk apa tetap bersatu dalam tanah air bila setaiap warga Negara Indonesia belum merasakan kemerdekaannya.[1]
Pada sila ke 5 dari Pancasila Mewujudkan suatu Keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila secara formal juridis masih tercantum di pembukaan UUD ’45 yang berlaku saat ini yang juga berarti masih menjadi filosofi dasar bangsa Indonesia dalam menjalankan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN

Setelah  Indonesia merdeka lebih dari 50 tahun, Apakak keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia sudah tercapai ?
Menurut saya dasar pemikiran mewujudkan suatu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia dijadikan sila ke-5 dari pancasila belum sepenuhnya dapat dirasakan oleh rakyat miskin di Indonesia , pasalnya sampai saat ini masih banyak rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan setelah indonesia merdeka sampai sekarang, oleh karena itu mash banyak kendala-kendala yang yang dihadapi  Negara Indonesia, dengan contoh dibawah ini :

1.      KEMISKINAN
Kemiskinan bukanlah sekadar gejala alami selama krisis politik yang berdampak pada keruntuhan perekonomian Indonesia. Kemiskinan terus berkembang pesat sejak lima tahun terakhir. Bahkan, negara mutakhir Bank Dunia telah mencatat lebih dari 50 persen rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan
Jawaban atas persoalan ini sangatlah sederhana. Para pakar menyimpulkan penyebab utama kemiskinan di Indonesia adalah korupsi. Keadaan itu ditopang ketidakmampuan pemerintah membuat dan mengimplementasikan kebijakan juga mendorong semakin luas dan meratanya kemiskinan.
Seandainya pemerintah mempunyai komitmen penuh, tetap timbul pertanyaan apakah mereka mampu mengentaskan kemiskinan secara komprehnsif.[2]
Mungkin masih banyak lagi kemiskinan di Negara Indonesia ini, bisa diambil contoh dari papua. Bangsa Indonesia dikejutkan dengan tentang berita kelaparan yang menimpa saudara kita di Yahukimo. Kejadian empat tahun silam yang pernah terekspos media kembali terjadi dengan puluhan orang tewas. Anehnya memang bagi Negara besar seperti Indonesia , kejadian serupa harus berulang untuk kali kesekian di tempat yang sama dan lagi-lagi rakyat kita harus meratapi kematian. Disini jelas ada masalah akut dari Negara dalam menjaga rakyat sendiri. Berdasarkan data yang dihimpun Yayasan Kristen Pelayanan Sosial Masyarakat Indonesia (yakpesmi) di papua , jumlah korban jiwa akibat kelaparan sepanjang januari-agustus 2009 mencapai 96 orang. Mereka tersebar di Distrik Suntamon, Langda, Bomela, Seredala, dan Nitsan.
Kejadian di Papua itu merupakan persoalan kemiskinan rakyat kita. Negara kita ini seolah tidak pernah bebas dari lilitan kemiskinan sejak kata merdeka. Masih ada di area terpencil, kita temukan kasus busung lapar , gizi buruk , dan kemiskinan yang tak kunjung selesai. Ini adalah sebagi contoh kecil dari beberapa kasus kemiskinan di Negeri kita ini,, Indonesia merdeka lebih dari 50 tahun masih banyak rakyat yang belum merasakan kemerdekaan.[3]
Perkembangan sejarah mengajarkan kepada kita bahwa hakekat penjajahan yaitu penghisapan satu bangsa oleh bangsa yang lain tidak berhenti, setelah masa kemerdekaan tiba. Hakekat penjajahan itu tetap berlangsung hingga kini dalam bentuk yang lebih halus, lebih sopan, tetapi lebih kuat daya hisapnya, dan lebih sulit melawannya. Bentuk yang paling umum dari penjajahan model baru ini adalah penjajahan ekonomi di antaranya melalui cengkeraman Multi National Corporation.[4]

2.      PENDIDIKAN
Pendidikan, yang seharusnya menjadi awal perjuangan seorang penerus bangsa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menjadi sesuatu kendala yang sekedar formalitas belaka untuk mencari pekerjaan yang belum tentu di dapat dan hal tersebut mendorong para pelajar untuk melanjutkan pendidikan dan menetap di luar negeri. Kebanggaan bersekolah di luar negeri diperoleh, tapi tidak diperoleh bila bersekolah di dalam negeri, dan hal tersebut tentu saja realistis dengan keadaan dalam negeri yang ‘berantakan’ saat ini. Namun, bukankah hal tersebut merupakan satu-satunya pilihan ketika negara ini tidak dapat menawarkan sesuatu yang lebih baik? Tapi, kembali lagi pada pernyataan bahwa para pemudalah sang penerus-penerus bangsa di masa depan, tidakkah seharusnya pemuda-pemudalah yang berusaha mengubah keadaan ‘tragis’ tersebut.[5]
3.      EKONOMI
Apakah idealisme sila ke 5 dari Pancasila – Mewujudkan suatu Keadilan negara bagi seluruh rakyat Indonesia, setelah lebih 50 tahun merdeka telah bisa dilaksanakan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesi yang merdeka dan berdaulat maupun oleh bangsa Indonesia secara keseluruhan
 Bahkan strata negara bangsa Indonesia tidak mengalami perubahan yang mendasar setelah kemerdekaan dilihat dari kelayakan dan kesejahteran hidupnya, dikarenakan strata negara saat ini adalah sebagai berikut:
a.       Strata negara utama: justru diduduki oleh kaum pemodal yang dengan kebijakan ekonomi liberal mulai masa orde baru sampai dengan saat ini berhasil mengumpulkan kekayaan yang luar biasa dan mengendalikan perekomomian Indonesia yang sebetulnya sebagai penjajah model baru melalui dominasi modal dan ekonomi. Eronisnya yang berada pada strata negara ini mayoritas adalah para pemodal keturunan China di Indonesia yang pada masa penjajahan ,plus sedikit para pemodal bangsa Indonesia asli yang punya kedekatan dengan para pengambil keputusan dan para penyelenggara negara.
b.      Strata negara kedua: kalangan birokrat penyelenggara negara yang dengan penyakit KKN yang akut dari masa orde baru sampai dengan saat ini telah mampu menyejahterakan diri mereka sendiri melebihi masyarakat biasa yang sebetulnya tidak beranjak dari fungsi strata negara pada masa Belanda.
 (pada saat itu sebagai birokrat yang dipakai untuk penyelenggara negara bagi kepentingan Belanda). Kalau saat ini tanpa disadari dengan pendekatan KKN yang akut telah dimanfaatkan untuk kepentingan para penjajah ekonomi atau kaum pemodal yang berada pada strata negara pertama. Tanpa disadari juga sebagai alat untuk kepentingan penjajah ekonomi dari luar Indonesia yang melakukkan investasi di Indonesia dengan maksud mengeruk keuntungan sebesar-besar-nya dan mengeruk hasil alam Indonesia tanpa memperdulikan kerusakan lingkungan. Tanpa disadari menjadi alat penjajah rakyat sendiri dengan memprioritaskan kebijakan kesejahteran negara masyarakat sebagai prioritas terakhir dan lebih memprioritaskan kebijakan negara untuk kepentingan para pemodal.[6]
Selain itu, dilain sisi banyak terjadi pengambilan hak tanah rakyat oleh penguasa dengan alas an pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan penindasan hak asai manusia, karena hak atas tanah yang secara sah memang dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan pembangunan yang sebenarnya bersifat semu. Ini merupakan Kendala yang dihadapi bangsa Indonesia Karena kekuasaan yang diambil alih oleh penguasa, Rakyat akhirnya menjadi menderita.[7]



DAFTAR PUSTAKA



-          http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid, Diakses tanggal 30/10/09, dari www.google.com
-          http://ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sembul28. diakses tanggal 30/10/09, dari www.google.com
-          Bernando J. Sujipto, Koran Jawa Pos Edisi Rabu, 16 September 2009
-          http://apaapaapa.blogspot.com/2009/02/perjuangan-rakyat-dalam-rangka.html. diakses tanggal 29/10/09, dari www.google.com
-          http://apakabar.ws/forums//viewtopic.php, diakses tanggal 29/10/09, dari www.google.com
-          Ghazali, Adeng muchtar. Pendidikan kewarganegaraan perspektif islam. Benang Merah Press. Bandung.2004
-          http://www.berita8.com/news.php, diakses tanggal 08/11/09, dari www.google.com





[1] http://www.berita8.com/news.php
[2] http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid

[3] Koran jawapos,2009,kelaparan yahukimo v pelantikan DPR
[4] http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id
[5] http://apaapa.blogspot.com/2009/02/perjuangan-rakyat-dalam-rangka-html




[6] http://apakabar.ws/forums//viewtopic.php
[7] Adeng muchtar ghazali, 2004, Pendidikan kewarganegaraan perspektif islam

Selasa, 03 Januari 2012

Makalah Hukum Perwakafan


Tata Cara Perwakafan di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Wakaf sebagai suatu institusi keagamaan, disamping berfungsi ‘ubudiyah juga berfungsi sosial. Wakaf Adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara hablun min allah dan hablun min an-nas. Dalam fungsinya sebagai ibadat, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian. Mewakafkan Adalah suatu betuk amal yang pahalanya akan terus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan. Dalam sebuah hadis dijelaskan, ada tiga hal yang akan terus mengalir manfaatnya dari amal seseorang sampai sesudah ia wafat, yaitu : shadaqah jariyah, ilmu yang diajarkan yang terus diamalkan orang, dan anak shaleh yang mendoakannya (H.R, Muslim).
Dari duduk perkaranya dalam suatu prakteknya dikalangan  umat islam, wakaf mempunyai banyak permasalahan. Permasalahan-permasalahan itu bukan saja muncul dalam masyarakat islam di Indonesia, tetapi juga di negeri-negeri lain, dalam berbagai periode sejarah umat islam. Di antara permasalahan yang dihadapi Adalah tidak jelasnya status tanah wakaf yang diwakafkan sebelum adanya ketentuan persertifikatan atau pendaftaran tanah wakaf secara resmi. Dalam kondisi demikian, bisa jadi seseorang atau ahli waris tidak mengakui adanya ikrar wakaf dari wakif.

B.     Rumusan Masalah

1. Bagaimana kajian hukum positif tentang tata cara perwakafan dan perbandingan hukum islam?
2. Bagaimana tata cara perwakafan di Indonesia?

C.     Tujuan
  1. Untuk Mengetahui Kajian Hukum positif tentang tata cara dan perbandingan hukum islam.
  2. Untuk Menegtahui tata cara perwakafan di Indonesaia. 

BAB II
PEMBAHASAN

1.      Kajian Hukum Positif Tentang Tata Cara Perwakafan dan Perbandingan Hukum Islam
Wakaf itu sah dan terjadi bila rukun wakaf telah terpenuhi. Pengikut Hanafi memandang rukun wakaf hanyalah sebatas shighat (lafal) yang menunjukkan makna/substansi wakaf. Karena itu, ibn Najm pernah mengatakan rukun wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukkan terjadinya wakaf. Sedangkan menurut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan hanabilah memandang rukun wakaf terdiri dari: waqif, mauquf ‘alaih, harta yang diwakafkan dan lafal atau ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.[1] Sebagaimana dijelaskan sebelumya, lafal atu ungkapan menjadi proses keabsahannya wakaf. Menurut pendapat para imam madzhab, wakaf dianggap terlaksana dengan adanya lafadz atau shighat, walaupun tidak ditetapkan oleh hakim.[2]
Lafal yang menunjukkan sahnya wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukkan makna penahanan benda serta makna manfaat dari benda tersebut. Lafal ini terbagi menjadi dua macam: lafal sharih (jelas) dan lafal kinayah (samar).
a.       Lafal jelas
Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer dan sering digunakan dalam transaksi wakaf. Ada tiga jenis lafal yang termasuk dalam kelompok ini, yaitu: 1. al-waqf (wakaf); 2. al-habs (menahan); dan 3 al-tasbil (berderma). Selain ketiga bentuk ini, para fuqaha berselisih pendapat. Ibn Qudamah berkata lafal-lafal wakaf yang sharih (jelas) itu ada tiga  macam, yaitu: waqaftu (saya mewakafkan), habistu (saya menahan), dan sabbaitu (saya mendermakan). Semua itu merupakan lafal jelas, dan yang demikian ini yang paling benar, sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas fuqaha.[3]
Dalam kitab Al-Manhaj, Imam Nawawi berkata,  “Lafal wakaf yang jelas adalah semisal, “Saya mewakafkan ini, atau tanahku diwakafkan.” Di samping itu, kata-kata berderma atau menahan harta merupakan lafal yang jelas menurut pendapat yang sahih.

b.      Lafal Kinayah (samar)
Lafal kinayah (samar) merupakan lafal yang menunjukkan beberapa kemungkinan makna, bisa berarti wakaf dan bisa juga bermakna lain. Lafal sedekah atau nazar merupakan lafal kinayah (samar) jika tidak disertai dengan qarinah (indikasi) yang mengisyaratkan makna wakaf.  Lafal ini memiliki banyak contoh, seperti bersedekah, memberikan harta kepada orang fakir atau  di jalan Allah, dan lafal-lafal lainnya yang samar dan mengandung banyak makna. Karenanya, jika seseorang mengatakan “Aku menyedekahkan tanahku ini tidak untuk dijual atau dihibahkan.” Kejelasan yang digambarkan imam Nawawi pada contoh tersebut, bukan merupakan kejelasan secara langsung. Lafal itu menjadi jelas karena adanya indikasi yang mengarah pada makna wakaf secara jelas. Dari uraian ini, di kalangan pengikut Syafi’I menyebutkan bahwa cara pelafalan wakaf, ada dua macam: jelas dengan sendirinya dan jelas dengan suatu indikasi.[4]
Meski menggunakan lafal kinayah (samar) ia dapat menunjukkan keabsahannya apabila diucapakan dengan niat berwakaf. Ibn Qudamah mengatakan bahwa lafal kinayah semisal “saya bersedekah” tidak termasuk lafal sharih. Sebab lafal sedekah memiliki banyak makna. Oleh karena itu, lafal sedekah tidak bisa dipahami sebagai wakaf, kecuali bila mencakup salah satu dari tiga hal berikut:
1.      Disertai dengan lafal lain yang menunjukkan kejelasan makna wakaf, seperti sedekah yang diwakafkan.
2.      Disertai dengan salah satu/beberapa karakter/sifat wakaf. Misalnya sedekah yang tidak untuk dijual.
3.      Ada niat berwakaf dari si pelakunya.
Berpijak dari alasan inilah, para pengikut Malikiyah, hamya menganggap bahwa yang termasuk dalam lafal sharih hanya dua, yaitu lafal “Saya wakafkan” dan “Saya tahan”, selain dua lafal itu wakaf menjadi tidak sah, kecuali disertai dengan indikasi
.
Tetapnya Wakaf, yaitu apabila seseorang yang berwakaf berbuat sesuatu yang menunjukkan kepada wakaf, maka tetaplah wakaf itu, dengan syarat yang berwakaf adalah orang yang sah tindakannya, misalnya cukup sempurna akalnya, dewasa, merdeka, dan tidak dipaksa. Untuk terjadinya wakaf ini tidak diperlukan penerimaan dari yang diwakafi.[5]
Dalam islam juga dikenal adanya wakaf tunai, Hukum wakaf tunai telah menjadi perhatian dikalangan fuqaha. Terdapat perbedaan pendapat mengenai wakaf tunai. Imam Bukhari mengungkapkan bahwa Az-Zuhri berpendapat bahwa dinar dan dirham (kedua mata uang yang berlaku di Timur Tengah) boleh diwakafkan. Caranya ialah dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. [6]
Sedangkan dalam hukum positif berbeda mengenai sahnya wakaf. Dalam hal ini, yang dijadikan dasar diambil dari pernyataan Syaikh Wahbah al-Zuhailî di dalam kitab al-Fiqh al-`Islâmî wa `Adillatuh. Beliau berkata:
المقرر شرعا أن الشهادة إحدى طرق إثبات الوقفية، ويشترط في ادعاء الوقف: بيان الوقف ولو كان قديما، ويقبل في إثباته الشهادة على الشهادة، وشهادة النساء مع الرجال، والشهادة بالشهرة والتسامع بأن يقول الشاهد: أشهد بالتسامع وتقبل شهادة التسامع لبيان المصرف، كقولهم على مسجد كذا، ولبيان مستحقين، ولا تقبل لإثبات شرائطه في الأصح. أما صك الكتابة فلا يصلح حجة؛ لأن الخط يشبه الخط. واشتراط تحديد العقار الموقوف لا يطلب لصحة الوقف لأن الشرط كونه معلوما وإنما هو شرط لقبول الشهادة الوقفية .
Terjemahan: Ketetapan secara syariat, persaksian adalah salah satu dari cara-cara menetapkan wakaf. Disyaratkan di dalam pengakuan wakaf; adalah menjelaskan wakaf walaupun telah lewat. Wakaf diterima ketetapannya dengan cara persaksian terhadap persaksian; dan persaksian perempuan berserta lelaki, persaksian dengan cara kemasyhuran dan perbicaraan orang banyak dengan perkataan orang yang bersaksi: “Aku bersaksi dengan perbicaraan orang banyak”. Persaksian dengan perbicaraan orang banyak itu diterima untuk menjelaskan tempat tasarrufnya; seperti ucapan mereka terhadap masjid yang ini. Dan juga diterima untuk menjelaskan orang-orang yang berhak. Persaksian tidak diterima untuk menetapkan syarat-syarat wakaf menurut pendapat yang lebih sah. Adapun akte tulisan (akte notaris) itu tidak patut menjadi hujjah, karena tulisan itu menyamai tulisan.
Ketetapan ini sesuai dengan hukum positif yang mana mensyaratkan adanya pendaftaran resmi dalam hal sertifikat tanah bagi segala tasarruf yang dilakukan terhadap tanah, di manapun ia berada, dan kapanpun tasarruf itu terjadi. Melihat kenyataan ini, shîghat wakaf terjadi khilâf di kalangan ulama. Oleh karena ini, sesuai kaidah “حكم الحاكم يرفع الخلاف”; maka pemerintah dapat menetapkan ketentuan ikrar melalui Menteri Agama. Perlu juga diketahui, pada dasarnya pemerintah tidak sepenuhnya menafikan sebuah wakaf yang sudah memenuhi syarat. Oleh karena itu, redaksi di dalam hukum positif adalah ikrar wakaf, bukan shîghat wakaf. Ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan sudah terjadi wakaf di luar prosedur yang secara syariat sudah sah, akan tetapi ditetapkan wakaf tersebut secara resmi melalui proses ikrar ini. Hujjah ini hampir senada dengan pernyataan Wahbah al-Zuhailî seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Ketentuan lain dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (3) tertulis sebagai berikut:
Pelaksanaan Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Ketentuan yang ditetapkan oleh KHI bagi pasal ini adalah agar ikrar perwakafan ini dikuatkan dengan pembuktian yang berupa persaksian (الشهادة). Secara fiqh, persaksian ini dapat menguatkan sebuah hukum. Dalam ketentuan mazhab Syafi’i, persaksian untuk hal-hal yang berkaitan dengan harta itu memerlukan minimal satu orang saksi dengan disumpah. Ia juga bisa dengan satu lelaki dan dua orang perempuan.
Faedah diwajibkannya persaksian ini oleh KHI adalah agar menolak kemungkinan terjadi claim dari orang lain akan harta wakafan tersebut. Juga dapat menghilangkan keraguan atau pertentangan seumpama ada yang meragukan terjadi pemalsuan akte perwakafan. Hal ini bisa termasuk di dalam koridor ­al-mashlahah al-mursalah yang disepakati oleh beberapa ulama seperti Mâlikiyyah dan Imam al-Ghazâlî.
Selanjutnya Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (4) tertulis sebagai berikut:
Dalam melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat sebagai berikut:
a.  tanda bukti pemilikan harta benda;
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak bergerak, maka harus disertai surat keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
c. surat atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang bersangkutan.[7]
Tujuan dari penyerahan tanda bukti pemilikan harta adalah karena KHI mengadopsi pendapat mazhab Syafi’I yang berpegangan bahwa wakaf menyebabkan si pewakaf akan kehilangan haknya terhadap harta wakaf tersebut. Jadi secara logikanya, tanda kepemilikan harta (seperti sertifikat tanah) tersebut harus juga diserahkan kepada Pejabat yang berwenang.
Sedangkan untuk angka (b) dan (c) adalah bagian dari antisipasi seperti yang telah diterangkan oleh penulis. Secara metodologi Islam adalah bagian dari penerapan ­al-mashlahah al-mursalah yang juga sesuai dengan ruh-ruh syariat Islam

2.      Tata Cara Perwakafan Di Indonesia
Tuntunan Perwakafan
Wakaf Adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya mungkin diambil manfaatnya guna diberiakn dijalan kebaikan. Sabda Rasulullah SAW :

أَنّ عُمَرَأَرْضًا بِخَيْبَرَ فَقَالَ : يَارَسُوْلَ اللّهِ , مَاتأَ مُرُنِى فِيْهَا فَقَالَ : إِنْ شِتَ حَبَسْتَ أَصْلُهَا وَتَصَدَّ قْتَ بِهَا فَتَصَدَّ قَ بِهَاعُمَرُعَلَى أَنْ لآيُبَاعَ أَصْلُهَا ولايُوْهَبَ ولاَ يُوْرَثَز (رواه البخارى ومسلم)
            “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW : Apakah perintahmu kepadaku berhubung dengan tanah yang saya belum dapat ini ? jawab beliau : umar menyedekahkan manfaatnya dengan perjanjian tanahnya tidak akan dijual, tidak pula diberikan dan tidak pula dipusakkan.” ( HR Bukhari dan Muslim).
Berwakaf  bukanlah seperti sedkah biasa, tetapi lebih luas dari itu. Hasil wakaf digunakan  untuk hal-hal yang berguna bagi masyarakat, seperti  membangun gedung sekolah, madrasah, pesantren, masjid, rumah sakit sesuai dengan ikrar yang mewakafkan (wakif).[8]
Menurut Dr. Abdul Ghofur Anshori, SH. MH.; secara penerapan, maka tata cara perwakafan adalah sebagai berikut:
1. Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah miliknya (sebagai calon wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf. Bila calon wakif tidak dapat datang ke hadapan PPAIW karena suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf itu kemudian dibacakan pada nazhir di hadapan PPAIW.
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut, wakif harus membawa surat-surat sebagai  berikut:
a.Sertifikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya seperti surat IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b.Surat Keterangan Kepada Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak termasuk sengketa.
c.Surat keterangan pendaftaran tanah.
d.Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat.
3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat tersebut, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nazhir.
4. Menurut Dr. Abdul Ghofur, wakif mengikrarkan kehendak wakif itu kepada nazir yang telah disahkan. Ikrar tersebut harus diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar wakaf. Kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di dalam peraturan Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No. Kep/D/75/78.
5. PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.[9]

3.      Kajian Hukum Positif Tentang Pendaftaran Harta Wakaf
  1. Tata Cara Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf

-    Harta benda Wakaf Tidak bergerak
Pasal 38
1.      pendaftaran harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau APAIW
2.      Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada yat (1) dilampirkan persyaratan sebagai berikut:
    1. serifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya;
    2. surat pernyataan dari bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa, perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau lurah atau sebutan lain yang setingkat yang diperkuat oleh camat setempat.
    3. Izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peratuiran perundang-undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau sebutan lain setingkat dengan itu;
    4. Izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dalam sertifikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan izin pelepasan/ peralihan
    5. Izin dari pemegang pengelola atau hak milik dalam hal hak guna  bangunan atau hak pakai yang diwakafkan di atas tanah hak pengelola atau hak milik.
Pasal 39
1.      Pendaftaran sertifikat tanah atas wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata cara sebagai berikut:
a.       terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf tas nama nazhir;
b.      terhadap tanh milik yang di wkafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
c.       terhadap tanha yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adapt langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
d.      terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
e.       terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, mushala, makam didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
f.        pejabat yang berwenang di bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
2.      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan peraturan menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan.


-         Wakaf Benda Bergerak Selain Uang
Pasal 40
PPAIW mendaftarkan AIW dari :
a.       beda bergerak selain uang yang didaftarkan pada instansi yang berwenang
b.      benda bergerak selain uang yang tidak terdaftarkn dan yang memiliki atau tidak memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pendaftaran tersebut dilakukan di kantor departemen Agama setempat.
Pasal 41
1.      Untuk benda bergerak yang sudah terdaftar, wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak tersebut.
2.      Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar, wakif menyerahkan tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti lainnya.
3.      Untuk benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian atau tanda bukti pembayaran, wakif membuat surat pernyataan kepemilikan atas benda bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 orang saksi dan dikuatkan oleh instansi pemerintahan setempat.
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perwakfan benda bergerak selain uang sebagaimana  dimaksud dalam pasal 19, pasal 20 dan pasal 21 diatur dengan peraturan menteri berdasarkan usul BWI


-         Harta benda Wakaf bergerak Berupa Uang

      Pasal 43
1.       LKS-PWU atas nama nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada menteri paling lambat 7 hari kerja sejak diterbitkan sertifikat wakaf uang.
2.       Pendaftaran wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada BWI untuk diadministrasikan.
3.       Ketentuan lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan peraturan menteri.
-         Pengumuman Harta Benda Wakaf
1.      PPAIW menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BWI untuk dimuat dalam register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
2.      Masyarakat dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI[10]


Analisis
            Wakaf itu sah dan terjadi bila rukun wakaf terpenuhi, dalam pengikut hanafi memandang rukun wakaf hanyalah dengan sebatas sighat yang menunjuk batas substansi wakaf.  Menurut malikiyah, syafi’iah, zaidiyah  dan hanabilah memandang rukun dari waqif, mauquf ‘alaih dan dengan lafal atau ungkapan yang menunjukan proses terjadinya wakaf. Dari pendapat para imam madzhab ini, bahwasanya wakaf terlaksana apabila adanya sighat atau lafal.
            Dalam ketetapan yang sesuai dengan hukum positif yang mana yang dimana mensyaratkan adanya pendaftaran resmi dalam hal sertifikat. Tata cara pendaftaran menurut hokum positif terdapat tiga macam hal dalam pembagiannya yaitu: Harta benda wakaf tidak bergerak, harta benda wakaf bergerak selain uang, harta benda wakaf bergerak berupa uang. Dalam hal ini terjadinya pelaksanaan ikrar wakaf dianggap sah apabila terdapat sekurang-kurangnya dua saksi. Sedangkan dalam KHI yang dmana pelaksanaan ikrar wakaf ini dikuatkan dengan adanya pembuktian yang berupa persaksian yang dimana tertuang dalam KHI pasal 223 angka (4).


BAB III
KESIMPULAN

Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Kajian hukum positif menghasilkan kesimpulan bahwa pada dasarnya selagi syarat dan rukun wakaf itu telah terpenuhi, maka secara hukum islam wakaf itu sudah berlaku. Akan tetapi, dikarenakan melihat kenyataan zaman yang jelas sudah berubah, maka beberapa konsep pengesahan wakaf tersebut diatur beda dalam hukum positif demi menjaga maslahat yang lebih sesuai dengan ruh-ruh syariah Islam.
2.  Dalam tata cara untuk melakukan wakaf memiliki lima (5) tahap yang harus dilakukan. 1) Waqif datang ke PPAIW untuk ikrar wakaf; 2) Ketika si waqif datang tersebut ia harus sudah melengkapi dokumen-dokumennya; 3) PPAIW harus meneliti semua dokumen dan juga saksi-saksi; 4) Waqif harus melakukan ikrar di depan 2 saksi dengan ikrar yang jelas; 5) PPAIW mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf resmi.
  

DAFTAR PUSTAKA

-         Abid Abdullah al-Kabisi, Muhammmad. 2004. Hukum Wakaf. Bogor: IIMaN
-         Al-Alabij, Adiyani. 1989. Perwakafan Tanah Di Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali
-         Anshori, Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta. Pilar Media
-         Direktorat pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarkat Islam. 2007. Pedoman Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta: Direktorat pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarkat Islam
-         Saabiq ,Sayyid, 1988. Fiqih Sunnah 14, Bandung, Al-Maarif
-         Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Nuansa Aulia
-         Depag, 1993, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta, Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf






Makalah Manajemen Perbankan Syari'ah


Laporan Keuangan Syari'ah


BAB I
PENDAHULUAN


   Latar Belakang

Implementasi keuangan syariah dalam kehidupan nyata merupakan salah satu bentuk pemenuhan kewajiban manusia terhadap agamnya. Bagi pemeluknya, hokum islam bukanlah sekedar kewajiban ibadah yang mendapatkan pahala semata-mata, tetapi juga merupakan salah satu usaha untuk mencapai kesejahteraan, kesuksesan dan kebahagiaan di dunia baik secara individual maupun sosian. Islam menganjurkan kepada kita agar melakukan usaha yang baik dan halal. Baik cara perolehannya maupun penggunaannya.
Pertumbuhan ekonomi syariah yang pesat membawa dampak perubahan signifikan terhadap perubahan sistem ekonomi nasional. Dalam pertumbuhan ekonomi syariah untuk mempunyai prospek perkembangan, perlu adanya untuk pencatatan transaksi  berdasarkan system akuntansi keuangan dengan prinsip syariah yang handal dan tidak membingungkan berisikan informasi tentang posisi keuangan.
Dalam laporan keuangan syariah ini harus mencerminkan aspirasi dan makna dunia usaha secara benar dan adil. Laporan keuangan syariah yang disajikan dalam bank syariah mempunyai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan perkembangannya [1]


BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Laporan Keuangan

Pengertian laporan keuangan meneurut beberapa ahli, diantaranya menurut munawir dalam bukunya analisa laporan keuangan, menyatakan bahwa laporan keuangan Adalah bersifat histories dan menyeluruh sebagai suatu laporan kemajuan (progress report). Selain itu, dikatakan bahwa laporan keuangan terdiri dari data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi antara fakta-fakta yang telah dicatat (record fact), prinsip-prinsip, dan kebiasaan-kebiasaan di dalam akuntansi, serta pendapat pribadi (personal judgment)
Zaki baridwan, “ laporan keuangan Adela merupakan ringkasan dari suatu proses pencatatan, merupakan suatu ringkasan, dan transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama satu tahun buku yang bersangkutan”.
Kemudian pengertian standar laporan keuangan yaitu merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan dan laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan ( yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti berbagai laporan arus kas), catatan, laporan keuangan lain, dan materi penjelasan yang bagian integral dari laporan keuangan.[2]

B.     Karakteristik Bank Syariah

Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan individu dan masyarakat. Harta harus dimannfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan ekonomi dalam menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang menyambungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana (pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah ialah bank yang berasaskan kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan bank syariah merupakan implementasi dan prinsip ekonomi Islam dengan karakteristik, yakni:

a. Pelarangan riba dalam berbagai bentuknya;
b. Tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money);
c. Konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas;
d. Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif;
e. Tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang;
f. Tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad[3]

Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak menggunkan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non-syariah yang tidak membedakan secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil, sehingga dalam kegiatan usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan sewa menyewa

Suatu transaksi sesuai dengan prinsip syariah apabila telah memenuhi syarat-syarat, yakni:

a. Transaksi tidak mengandung unsur kedholiman
b. Bukan riba
c. Tidak membayarkan pihak sendiri atau pihak lain
d. Tidak ada penipuan (gharar)
e. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan
f. Tidak mengandung unsur judi (maissir)

Kegiatan bank syariah dapat diterangkan sebagai berikut:
  1. Manajer investasi, yang mengelola investasi atas dana nasabah dengan menggunakan akal mudharabah atau sebagai agen investasi
  2. Investor, yang menginvestasikan dana yang dimiliki maupaun dana nasabah yang dipercayakan kepadanya dengan prinsip syariah dan membagi hasil yang diperoleh sesuai nisbah yang disepakati antara bank dan pemilik dana.
  3. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, seperti bank non-syariah sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah
  4. Pengembangan fungsi sosial, berupa pengelolaan dana zakat, infak, shodaqoh, serta pinjaman kebijakan (qardhul hasan) sesuai ketentuan berlaku.[4]

Dalam penghimpunan dana, bank syariah menggunakan prinsip wadiah, mudharabah, dan prinsip lainnya yang sesuai dengan syariah, sedangkan dalam penyaluran dana bank syariah menggunakan prinsip, yakni:

a. Prinsip musyarakah dan atau mudharabah untuk investasi atau pembiayaan:
b. Prinsip mudharabah, salam, dan atau istisna untuk jual beli
c. Prinsip ijarah dan atau ijarah muntahiyah bittamlik untuk sewa menyewa:
d. Prinsip lain yang sesuai syariah.
Sesuai dengan karakterisktiknya maka laporan keuangan bank syariah meliputi sebagai berikut:

C.     Perangkat Laporan Keuangan Syariah

Dalam bank syariah sebagai lembaga intermediary keuangan diharapkan dapat menampilkan dirinya secara baik dibandingkan dengan bank dengan sistem yang lain (bank dengan sistem bunga). Penyusunan laporan keuangan pada dasarnya sama dengan penyusunan laporan keuangan dengan bank konvensional. Hanya saja, jenis laporan keuangan yang digunakan pada bank syariah didasarkan pada prinsip-prinsip akuntansi syariah. Tujuan laporan keuangan pada sektor perbankan syariah adalah untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan aktivitas operasi bank yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan, yaitu :
  1. Laporan Posisi keuangan (neraca)
Laporan posisi keuangan mencakup aset, liabilitas, equity dari para pemilik rekening investasi tidak terbatas dan sejenisnya, dan modal pemilik pada suatu tanggal yang harus diungkapkan
  1. Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi mencakup pendapatan investasi, biaya-biaya, keuntungan atau kerugian yang harus diungkapakn berdasarkan jenisnya selama periode yang dicakup oleh laporan laba rugi. Sifat dari pendapatan, biaya-biaya, keuntungan dan kerugian yang meterial dari kegiatan-kegiatan lain juga harus diungkapkan. Apabila mungkin, keuntungan dan kerugian yang diperkirakan dari revaluasi aktiva dan pasiva dengan nilai setara kasnya harus diungkapakan termasuk prinsip-prinsip umum yang digunakan oleh bank syariah di dalam revaluasi aktiva dan pasiva.
Dasar pengeluaran zakat harus diungkapakan apabila bank syariah diharuskan membayar zakat tersebut atas nama para pemilik.
  1. Laporan Arus Kas
Laporan arus kas harus membedakan antara arus kas dari operasi, arus kas dari kegiatan investasi dan arus kas dari kegiatan pembiayaan. Laporan arus kas harus mengungkapkan kenaikan atau penurunan netto pada kas dan setara kas selama periode yang dicakup dalam laporan ini dan saldo kas setara kas pada awal dan akhir periode.
Transaksi dan transfer lain yang tidak mengharuskan pembayaran atau tidak menimbulkan penerimaan kas harus diungkapkan, misalnya saham bonus atau pembelian aktiva sebagai takaran dari saham-saham pada equity bank syariah. Kebijakan bank mengenai komponen kas dan setara kas yang digunakan sebagai dasar pembuatan laporan arus kas harus diungkapakan.
  1. Laporan Perubahan Modal Pemilik dan Laporan Laba Ditahan
Periode yang dicakup oleh laporan perubahan pada equity pemilik atau laba ditahan harus diungkapkan. Laporan tersebut harus mengungkapkan hal-hal sebagai berikut :
-         Modal disetor, cadangan legal dan pilihan (discretionary) secara terpisah, dan laba ditahan pada awal periode dengan pengungkapan terpisah mengenai jumlah pendapatan yang diperkirakan yang berasal dari revaluasi aktiva dan pasiva dengan nilai setara kasnya.
-         Kontribusi modal para pemilik selama periode
-         Pendapatan (kerugian) netto selama periode
-         Distribusi kepada para pemilik selama periode
-         Kenaikan (penurunan) pada cadangan legal dan pilihan (discretionary) selama periode
-         Laba ditahan pada awal periode dengan pengungkapan terpisah mengenai jumlah laba ditahan yang diperkirakan yang berasal dari revaluasi aktiva dan pasiva dengan nilai setara kasnya.
  1. Laporan sumber-sumber dan penggunaan dana zakat dan sumbangan
Periode yang dicakup dalam laporan suber-sumber dan penggunaan dana zakat dan dana sumbangan harus diungkapkan. Pengungkapan harus dilakuakan mengenai tanggung jawab bank ats pembayaran zakat dan apakah bank mengumpulakan zakat atas nama para pemilik rekening investasi tidak terbatas. Sumber-sumber dana lain dalam zakat dan sumbangan harus diungkapkan. Pengungkapan harus dilakuakn untuk dana-dana yang dibayarakan oleh bank dari dana zakat dan sumbangan selama periode dan dana-dana yang tersedia pada akhir periode.
  1. Laporan sumber-sumber dan penggunaan dana qard.
Dalam Laporan sumber-sumber dan penggunaan dana qard harus diungkapkan hal-hal yang meliputi periode yang dicakup, saldo qard yang beredar dan dana-dana yang tersedia pada awal periode berdasarkan jenisnya, jumlah dan sumber-sumber dan penggunaan dana yang diusmbangkan selama periode berdasarkan sumbernya, jumlah dan penggunaan dana-dana selama periode berdasarkan jenisnya serta saldo dana qard yang beredar dan dana yang tersedia pada akhir periode.
  1. Catatan –catatan laporan keuangan
Laporan keuangan harus mengungkapkan semua informasi dan material yang perlu menjadikan laporan keuangan tersebut memadai, relevan dan bisa dipercaya bagi para pemaakainya.[5]

D.    Tujuan Laporan Keuangn Syariah

Tujuan laporan keuangan bank syariah pada dasarnya sama dengan tujuan laporan keuangan yang berlaku secara umum dengan tambahan antara lain sebagai berikut:

  1. Informasi kepatuhan bank terhadap prinsip syariah, informasi pendapatan, dan beban yang tidak sesuai dengan prinsip syariah bila ada, serta bagaimana pendapatan tersebut diperoleh serta penggunaannya.

  1. .Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab bank terhadap amanah dalam mengamankan dana, menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak, dan informasi mengenai tingkat keuntungan yang layak, serta informasi mengenai tingkat kuntungan investasi yang diproleh pemilik dan pemilik dana investasi terikat.
Informasi mengenai pemenuhan fungsi sosial bank termasuk pengelolaan dan penyaluran zakat.[6]


BAB III
PENUTUP

Simpulan

Dalam pengertian laporan keuangan yaitu merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan dan laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan ( yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti berbagai laporan arus kas), catatan, laporan keuangan lain, dan materi penjelasan yang bagian integral dari laporan keuangan.
Dalam laporan keuangan syariah ini harus mencerminkan aspirasi dan makna dunia usaha secara benar dan adil. Laporan keuangan syariah yang disajikan dalam bank syariah mempunyai efisiensi dan efektivitas pengelolaan dan perkembangannya

Jenis-jenis laporan yang ada dalam laporan keuangan syariah yaitu :

-         Laporan Posisi keuangan (neraca)
-         Lapran laba rugi
-         Laporan arus kas
-         Laporan perubahan modal milik dan laporan laba ditahan
-         Lapran sumber-sumber dan penggunaan dana zakat dan sumbangan
-         Laporan sumber-sumber dan penggunaan dana qard
-         Catatan-catatan laporan keuangan


DAFTAR PUSTAKA


-         Dewan Syariah nasional, Sistem Keuangan & Investasi Syariah, Renaisan, Jakarta, 2005
-         Amrin, Abdullah, Bisnis, ekonomi, Asuransi, dan Keuangan Syariah, Grasindo, Jakarta, 2009
-         Firdaus, Rahmat, Manajemen Dana Bank Syariah, Pustaka Media Yogyakarta, 2001
-         Sudarsono, Heri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Ekonsia, Yogyakarta, 2003
-         Arifin, zainul,  Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah, Alvabet, Jakarta 2002
-         www. Ilmiah manajemen.com