Tata Cara Perwakafan di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Wakaf sebagai suatu institusi
keagamaan, disamping berfungsi ‘ubudiyah juga berfungsi sosial. Wakaf Adalah
salah satu usaha mewujudkan dan memelihara hablun min allah dan hablun min
an-nas. Dalam fungsinya sebagai ibadat, wakaf diharapkan menjadi bekal bagi
kehidupan si wakif (orang yang berwakaf) di hari kemudian. Mewakafkan Adalah
suatu betuk amal yang pahalanya akan terus mengalir selama harta wakaf itu
dimanfaatkan. Dalam sebuah hadis dijelaskan, ada tiga hal yang akan terus
mengalir manfaatnya dari amal seseorang sampai sesudah ia wafat, yaitu :
shadaqah jariyah, ilmu yang diajarkan yang terus diamalkan orang, dan anak
shaleh yang mendoakannya (H.R, Muslim).
Dari duduk perkaranya dalam suatu prakteknya dikalangan umat islam, wakaf mempunyai banyak permasalahan.
Permasalahan-permasalahan itu bukan saja muncul dalam masyarakat islam di Indonesia,
tetapi juga di negeri-negeri lain, dalam berbagai periode sejarah umat islam.
Di antara permasalahan yang dihadapi Adalah tidak jelasnya status tanah wakaf
yang diwakafkan sebelum adanya ketentuan persertifikatan atau pendaftaran tanah
wakaf secara resmi. Dalam kondisi demikian, bisa jadi seseorang atau ahli waris
tidak mengakui adanya ikrar wakaf dari wakif.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimana kajian
hukum positif tentang tata cara perwakafan dan perbandingan hukum islam?
2. Bagaimana tata
cara perwakafan di Indonesia?
C. Tujuan
- Untuk Mengetahui Kajian Hukum positif
tentang tata cara dan perbandingan hukum islam.
- Untuk Menegtahui tata cara perwakafan di
Indonesaia.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Kajian Hukum Positif Tentang
Tata Cara Perwakafan dan Perbandingan Hukum Islam
Wakaf itu sah dan terjadi bila rukun wakaf telah
terpenuhi. Pengikut Hanafi memandang rukun wakaf hanyalah sebatas shighat
(lafal) yang menunjukkan makna/substansi wakaf. Karena itu, ibn Najm pernah
mengatakan rukun wakaf adalah lafal-lafal yang menunjukkan terjadinya wakaf.
Sedangkan menurut Malikiyah, Syafi’iyah, Zaidiyah dan hanabilah memandang rukun
wakaf terdiri dari: waqif, mauquf ‘alaih, harta yang diwakafkan dan lafal atau
ungkapan yang menunjukkan proses terjadinya wakaf.
Sebagaimana dijelaskan sebelumya, lafal atu ungkapan menjadi proses
keabsahannya wakaf. Menurut pendapat para imam madzhab, wakaf dianggap
terlaksana dengan adanya lafadz atau shighat, walaupun tidak ditetapkan oleh
hakim.
Lafal yang menunjukkan sahnya wakaf adalah
lafal-lafal yang menunjukkan makna penahanan benda serta makna manfaat dari
benda tersebut. Lafal ini terbagi menjadi dua macam: lafal sharih
(jelas) dan lafal kinayah (samar).
a. Lafal
jelas
Lafal wakaf bisa dikatakan jelas apabila lafal itu populer
dan sering digunakan dalam transaksi wakaf. Ada tiga jenis lafal yang termasuk dalam
kelompok ini, yaitu: 1. al-waqf (wakaf); 2. al-habs (menahan);
dan 3 al-tasbil (berderma). Selain ketiga bentuk ini, para fuqaha
berselisih pendapat. Ibn Qudamah berkata lafal-lafal wakaf yang sharih (jelas)
itu ada tiga macam, yaitu: waqaftu
(saya mewakafkan), habistu (saya menahan), dan sabbaitu (saya
mendermakan). Semua itu merupakan lafal jelas, dan yang demikian ini yang
paling benar, sebagaimana ditegaskan oleh mayoritas fuqaha.
Dalam kitab Al-Manhaj, Imam Nawawi berkata, “Lafal wakaf yang jelas adalah semisal, “Saya
mewakafkan ini, atau tanahku diwakafkan.” Di samping itu, kata-kata berderma
atau menahan harta merupakan lafal yang jelas menurut pendapat yang sahih.
b. Lafal
Kinayah (samar)
Lafal kinayah (samar) merupakan lafal yang
menunjukkan beberapa kemungkinan makna, bisa berarti wakaf dan bisa juga
bermakna lain. Lafal sedekah atau nazar merupakan lafal kinayah (samar) jika
tidak disertai dengan qarinah (indikasi) yang mengisyaratkan makna wakaf. Lafal ini memiliki banyak contoh, seperti
bersedekah, memberikan harta kepada orang fakir atau di jalan Allah, dan lafal-lafal lainnya yang
samar dan mengandung banyak makna. Karenanya, jika seseorang mengatakan “Aku
menyedekahkan tanahku ini tidak untuk dijual atau dihibahkan.” Kejelasan yang
digambarkan imam Nawawi pada contoh tersebut, bukan merupakan kejelasan secara
langsung. Lafal itu menjadi jelas karena adanya indikasi yang mengarah pada
makna wakaf secara jelas. Dari uraian ini, di kalangan pengikut Syafi’I
menyebutkan bahwa cara pelafalan wakaf, ada dua macam: jelas dengan sendirinya
dan jelas dengan suatu indikasi.
Meski menggunakan lafal kinayah (samar) ia dapat
menunjukkan keabsahannya apabila diucapakan dengan niat berwakaf. Ibn Qudamah
mengatakan bahwa lafal kinayah semisal “saya bersedekah” tidak termasuk lafal
sharih. Sebab lafal sedekah memiliki banyak makna. Oleh karena itu, lafal
sedekah tidak bisa dipahami sebagai wakaf, kecuali bila mencakup salah satu
dari tiga hal berikut:
1. Disertai
dengan lafal lain yang menunjukkan kejelasan makna wakaf, seperti sedekah yang
diwakafkan.
2. Disertai
dengan salah satu/beberapa karakter/sifat wakaf. Misalnya sedekah yang tidak
untuk dijual.
3. Ada niat
berwakaf dari si pelakunya.
Berpijak dari alasan inilah, para pengikut
Malikiyah, hamya menganggap bahwa yang termasuk dalam lafal sharih hanya dua,
yaitu lafal “Saya wakafkan” dan “Saya tahan”, selain dua lafal itu wakaf
menjadi tidak sah, kecuali disertai dengan indikasi
.
Tetapnya
Wakaf, yaitu apabila seseorang yang berwakaf berbuat sesuatu yang menunjukkan
kepada wakaf, maka tetaplah wakaf itu, dengan syarat yang berwakaf adalah orang
yang sah tindakannya, misalnya cukup sempurna akalnya, dewasa, merdeka, dan
tidak dipaksa. Untuk terjadinya wakaf ini tidak diperlukan penerimaan dari yang
diwakafi.
Dalam
islam juga dikenal adanya wakaf tunai, Hukum wakaf tunai telah menjadi
perhatian dikalangan fuqaha. Terdapat perbedaan pendapat mengenai wakaf tunai.
Imam Bukhari mengungkapkan bahwa Az-Zuhri berpendapat bahwa dinar dan dirham
(kedua mata uang yang berlaku di Timur Tengah) boleh diwakafkan. Caranya ialah
dengan menjadikan dinar dan dirham itu sebagai modal usaha (dagang), kemudian
menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf.
Sedangkan dalam hukum
positif berbeda mengenai sahnya wakaf. Dalam hal ini, yang dijadikan dasar
diambil dari pernyataan Syaikh Wahbah al-Zuhailî di dalam kitab al-Fiqh
al-`Islâmî wa `Adillatuh. Beliau berkata:
المقرر
شرعا أن الشهادة إحدى طرق إثبات الوقفية، ويشترط في ادعاء الوقف: بيان الوقف ولو
كان قديما، ويقبل في إثباته الشهادة على الشهادة، وشهادة النساء مع الرجال،
والشهادة بالشهرة والتسامع بأن يقول الشاهد: أشهد بالتسامع وتقبل شهادة التسامع
لبيان المصرف، كقولهم على مسجد كذا، ولبيان مستحقين، ولا تقبل لإثبات شرائطه في
الأصح. أما صك الكتابة فلا يصلح حجة؛ لأن الخط يشبه الخط. واشتراط تحديد العقار
الموقوف لا يطلب لصحة الوقف لأن الشرط كونه معلوما وإنما هو شرط لقبول الشهادة
الوقفية .
Terjemahan:
Ketetapan secara syariat, persaksian adalah salah satu dari cara-cara
menetapkan wakaf. Disyaratkan di dalam pengakuan wakaf; adalah menjelaskan
wakaf walaupun telah lewat. Wakaf diterima ketetapannya dengan cara persaksian
terhadap persaksian; dan persaksian perempuan berserta lelaki, persaksian
dengan cara kemasyhuran dan perbicaraan orang banyak dengan perkataan orang
yang bersaksi: “Aku bersaksi dengan perbicaraan orang banyak”. Persaksian
dengan perbicaraan orang banyak itu diterima untuk menjelaskan tempat
tasarrufnya; seperti ucapan mereka terhadap masjid yang ini. Dan juga diterima
untuk menjelaskan orang-orang yang berhak. Persaksian tidak diterima untuk
menetapkan syarat-syarat wakaf menurut pendapat yang lebih sah. Adapun akte
tulisan (akte notaris) itu tidak patut menjadi hujjah, karena tulisan itu
menyamai tulisan.
Ketetapan ini sesuai
dengan hukum positif yang mana mensyaratkan adanya pendaftaran resmi dalam hal
sertifikat tanah bagi segala tasarruf yang dilakukan terhadap tanah, di
manapun ia berada, dan kapanpun tasarruf itu terjadi. Melihat kenyataan ini,
shîghat wakaf terjadi khilâf di kalangan ulama. Oleh karena ini,
sesuai kaidah “حكم الحاكم يرفع الخلاف”; maka pemerintah dapat menetapkan
ketentuan ikrar melalui Menteri Agama. Perlu juga diketahui,
pada dasarnya pemerintah tidak sepenuhnya menafikan sebuah wakaf yang sudah
memenuhi syarat. Oleh karena itu, redaksi di dalam hukum positif adalah ikrar
wakaf, bukan shîghat wakaf. Ini dikarenakan tidak menutup kemungkinan
sudah terjadi wakaf di luar prosedur yang secara syariat sudah sah, akan tetapi
ditetapkan wakaf tersebut secara resmi melalui proses ikrar ini. Hujjah ini
hampir senada dengan pernyataan Wahbah al-Zuhailî seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Ketentuan lain dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 223 angka (3) tertulis sebagai berikut:
Pelaksanaan
Ikrar, demikian pula pembuatan Akta Ikrar Wakaf, dianggap sah jika dihadiri dan
disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi.
Ketentuan yang
ditetapkan oleh KHI bagi pasal ini adalah agar ikrar perwakafan ini dikuatkan
dengan pembuktian yang berupa persaksian (الشهادة). Secara fiqh, persaksian ini dapat
menguatkan sebuah hukum. Dalam ketentuan mazhab Syafi’i, persaksian untuk
hal-hal yang berkaitan dengan harta itu memerlukan minimal satu orang saksi
dengan disumpah. Ia juga bisa dengan satu lelaki dan dua orang perempuan.
Faedah diwajibkannya
persaksian ini oleh KHI adalah agar menolak kemungkinan terjadi claim
dari orang lain akan harta wakafan tersebut. Juga dapat menghilangkan keraguan
atau pertentangan seumpama ada yang meragukan terjadi pemalsuan akte
perwakafan. Hal ini bisa termasuk di dalam koridor al-mashlahah al-mursalah yang disepakati
oleh beberapa ulama seperti Mâlikiyyah dan Imam al-Ghazâlî.
Selanjutnya Kompilasi
Hukum Islam Pasal 223 angka (4) tertulis sebagai berikut:
Dalam
melaksanakan Ikrar seperti dimaksud ayat (1) pihak yang mewakafkan diharuskan
menyerahkan kepada Pejabat yang tersebut dalam Pasal 215 ayat (6), surat-surat
sebagai berikut:
a. tanda bukti pemilikan harta benda;
b. jika benda yang diwakafkan berupa benda tidak
bergerak, maka harus disertai surat
keterangan dari Kepala Desa, yang diperkuat oleh Camat setempat yang menerangkan
pemilikan benda tidak bergerak dimaksud;
c. surat
atau dokumen tertulis yang merupakan kelengkapan dari benda tidak bergerak yang
bersangkutan.
Tujuan dari penyerahan
tanda bukti pemilikan harta adalah karena KHI mengadopsi pendapat mazhab Syafi’I
yang berpegangan bahwa wakaf menyebabkan si pewakaf akan kehilangan haknya
terhadap harta wakaf tersebut. Jadi secara
logikanya, tanda kepemilikan harta (seperti sertifikat tanah) tersebut harus
juga diserahkan kepada Pejabat yang berwenang.
Sedangkan
untuk angka (b) dan (c) adalah bagian dari antisipasi seperti yang telah
diterangkan oleh penulis. Secara metodologi Islam adalah bagian dari penerapan al-mashlahah
al-mursalah yang juga sesuai dengan ruh-ruh syariat Islam
2. Tata
Cara Perwakafan Di Indonesia
Tuntunan Perwakafan
Wakaf Adalah menahan suatu
benda yang kekal zatnya mungkin diambil manfaatnya guna diberiakn dijalan
kebaikan. Sabda Rasulullah SAW :
أَنّ عُمَرَأَرْضًا بِخَيْبَرَ
فَقَالَ : يَارَسُوْلَ اللّهِ ,
مَاتأَ مُرُنِى فِيْهَا فَقَالَ : إِنْ شِتَ حَبَسْتَ أَصْلُهَا وَتَصَدَّ قْتَ
بِهَا فَتَصَدَّ قَ بِهَاعُمَرُعَلَى أَنْ لآيُبَاعَ أَصْلُهَا ولايُوْهَبَ ولاَ
يُوْرَثَز (رواه البخارى ومسلم)
“Sesungguhnya
Umar telah mendapatkan sebidang tanah di khaibar. Umar bertanya kepada
Rasulullah SAW : Apakah perintahmu kepadaku berhubung dengan tanah yang saya
belum dapat ini ? jawab beliau : umar menyedekahkan manfaatnya dengan
perjanjian tanahnya tidak akan dijual, tidak pula diberikan dan tidak pula
dipusakkan.” ( HR Bukhari dan Muslim).
Berwakaf bukanlah seperti sedkah biasa, tetapi lebih
luas dari itu. Hasil wakaf digunakan
untuk hal-hal yang berguna bagi masyarakat, seperti membangun gedung sekolah, madrasah,
pesantren, masjid, rumah sakit sesuai dengan ikrar yang mewakafkan (wakif).
Menurut Dr. Abdul Ghofur
Anshori, SH. MH.; secara penerapan, maka tata cara perwakafan adalah sebagai
berikut:
1. Perorangan atau badan hukum yang akan mewakafkan tanah miliknya
(sebagai calon
wakif) datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan
ikrar wakaf. Bila calon
wakif tidak dapat datang ke hadapan PPAIW karena
suatu sebab, seperti sakit, sudah sangat tua dan lain-lain dapat membuat ikrar
wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama
Kabupaten letak tanah yang bersangkutan di hadapan dua orang saksi. Ikrar wakaf
itu kemudian dibacakan pada
nazhir di hadapan PPAIW.
2. Pada waktu menghadap PPAIW tersebut,
wakif harus
membawa surat-surat sebagai berikut:
a.Sertifikat hak milik atau tanda bukti
pemilikan tanah lainnya seperti surat
IPEDA (girik, petok, ketitir dan sebagainya).
b.Surat Keterangan Kepada Desa yang
diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan
tanah dan tidak termasuk sengketa.
c.Surat keterangan pendaftaran tanah.
d.Izin dari Bupati/Kotamadya Kepada Daerah
cq. Kepala Sub Direktorat Agraria Setempat.
3. PPAIW kemudian meneliti surat-surat dan syarat-syarat
tersebut, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas tanah (untuk diwakafkan),
meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan
nazhir.
4. Menurut Dr. Abdul Ghofur, wakif mengikrarkan kehendak
wakif itu kepada
nazir yang telah disahkan. Ikrar tersebut harus
diucapkan dengan jelas dan tegas dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Bagi
wakif yang tidak dapat mengucapkan ikrarnya, karena bisu misalnya, ia dapat
menyatakan kehendaknya itu dengan isyarat, kemudian mengisi formulir ikrar
wakaf. Kemudian semua yang hadir menandatangani blanko ikrar wakaf. Tentang
bentuk dan isi ikrar wakaf tersebut telah ditentukan di dalam peraturan
Direktoral Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tanggal 18 April 1978 No.
Kep/D/75/78.
5. PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf rangkap tiga dengan
dibubuhi materai dan Salinan Akta Ikrar wakaf rangkap empat. Akta Ikrar Wakaf
tersebut paling sedikit memuat: nama dan identitas wakif, nama dan identitas
nadzhir, data dan keterangan harta benda wakaf, peruntukan harta benda wakaf
dan jangka waktu wakaf. Selanjutnya selambat-lambatnya satu bulan sejak
dibuatnya akta, akta tersebut wajib disampaikan kepada pihak-pihak yang
bersangkutan. Disamping membuat akta, PPAIW membukukan semua itu dalam Daftar
Akta Ikrar Wakaf dan menyimpannya dengan baik bersama aktanya.
3. Kajian Hukum Positif Tentang
Pendaftaran Harta Wakaf
- Tata
Cara Pendaftaran Dan Pengumuman Harta Benda Wakaf
- Harta benda Wakaf Tidak bergerak
Pasal
38
1. pendaftaran
harta benda wakaf tidak bergerak berupa tanah dilaksanakan berdasarkan AIW atau
APAIW
2. Selain
persyaratan sebagaimana dimaksud pada yat (1) dilampirkan persyaratan sebagai
berikut:
- serifikat hak atas tanah atau sertifikat hak milik
atas satuan rumah susun yang bersangkutan atau tanda bukti pemilikan
tanah lainnya;
- surat
pernyataan dari bersangkutan bahwa tanahnya tidak dalam sengketa,
perkara, sitaan dan tidak dijaminkan yang diketahui oleh kepala desa atau
lurah atau sebutan lain yang setingkat yang diperkuat oleh camat
setempat.
- Izin dari pejabat yang berwenang sesuai ketentuan
peratuiran perundang-undangan dalam hal tanahnya diperoleh dari instansi
pemerintah, pemerintah daerah, BUMN/BUMD dan pemerintahan desa atau
sebutan lain setingkat dengan itu;
- Izin dari pejabat bidang pertanahan apabila dalam
sertifikat dan keputusan pemberian haknya diperlukan izin pelepasan/
peralihan
- Izin dari pemegang pengelola atau hak milik dalam hal
hak guna bangunan atau hak pakai
yang diwakafkan di atas tanah hak pengelola atau hak milik.
Pasal
39
1. Pendaftaran
sertifikat tanah atas wakaf dilakukan berdasarkan AIW atau APAIW dengan tata
cara sebagai berikut:
a. terhadap
tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah wakaf tas nama
nazhir;
b. terhadap
tanh milik yang di wkafkan hanya sebagian dari luas keseluruhan harus dilakukan
pemecahan sertifikat hak milik terlebih dahulu, kemudian didaftarkan menjadi
tanah wakaf atas nama nazhir;
c. terhadap
tanha yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah milik adapt
langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
d. terhadap
hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah Negara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (1) huruf b yang telah mendapatkan
persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di bidang pertanahan
didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
e. terhadap
tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, mushala, makam didaftarkan
menjadi tanah wakaf atas nama nazhir;
f.
pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan kabupaten/kota setempat mencatat perwakafan tanah yang
bersangkutan pada buku tanah dan sertifikatnya.
2. Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran wakaf tanah diatur dengan peraturan
menteri setelah mendapat saran dan pertimbangan dari pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan.
-
Wakaf Benda Bergerak Selain
Uang
Pasal
40
PPAIW
mendaftarkan AIW dari :
a. beda
bergerak selain uang yang didaftarkan pada instansi yang berwenang
b. benda
bergerak selain uang yang tidak terdaftarkn dan yang memiliki atau tidak
memiliki tanda bukti pembelian atau bukti pembayaran didaftar pada BWI, dan
selama di daerah tertentu belum dibentuk BWI, maka pendaftaran tersebut
dilakukan di kantor departemen Agama setempat.
Pasal
41
1. Untuk
benda bergerak yang sudah terdaftar, wakif menyerahkan tanda bukti kepemilikan
benda bergerak kepada PPAIW dengan disertai surat keterangan pendaftaran dari instansi
yang berwenang yang tugas pokoknya terkait dengan pendaftaran benda bergerak
tersebut.
2. Untuk
benda bergerak yang tidak terdaftar, wakif menyerahkan tanda bukti pembelian
atau tanda bukti pembayaran berupa faktur, kwitansi atau bukti lainnya.
3. Untuk
benda bergerak yang tidak terdaftar dan tidak memiliki tanda bukti pembelian
atau tanda bukti pembayaran, wakif membuat surat pernyataan kepemilikan atas benda
bergerak tersebut yang diketahui oleh 2 orang saksi dan dikuatkan oleh instansi
pemerintahan setempat.
Pasal
42
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara perwakfan benda bergerak selain uang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19,
pasal 20 dan pasal 21 diatur dengan peraturan menteri berdasarkan usul BWI
-
Harta benda Wakaf bergerak
Berupa Uang
Pasal
43
1. LKS-PWU
atas nama nazhir mendaftarkan wakaf uang kepada menteri paling lambat 7 hari
kerja sejak diterbitkan sertifikat wakaf uang.
2. Pendaftaran
wakaf uang dari LKS-PWU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada
BWI untuk diadministrasikan.
3. Ketentuan
lebih lanjut mengenai administrasi pendaftaran wakaf uang diatur dengan
peraturan menteri.
-
Pengumuman Harta Benda Wakaf
1. PPAIW
menyampaikan AIW kepada kantor Departemen Agama dan BWI untuk dimuat dalam
register umum wakaf yang tersedia pada kantor Departemen Agama dan BWI.
2. Masyarakat
dapat mengetahui atau mengakses informasi tentang wakaf benda bergerak selain
uang yang termuat dalam register umum yang tersedia pada kantor Departemen
Agama dan BWI
Analisis
Wakaf itu sah dan
terjadi bila rukun wakaf terpenuhi, dalam pengikut hanafi memandang rukun wakaf
hanyalah dengan sebatas sighat yang menunjuk batas substansi wakaf. Menurut malikiyah, syafi’iah, zaidiyah dan hanabilah memandang rukun dari waqif,
mauquf ‘alaih dan dengan lafal atau ungkapan yang menunjukan proses terjadinya
wakaf. Dari pendapat para imam madzhab ini, bahwasanya wakaf terlaksana apabila
adanya sighat atau lafal.
Dalam ketetapan yang sesuai dengan
hukum positif yang mana yang dimana mensyaratkan adanya pendaftaran resmi dalam
hal sertifikat. Tata cara pendaftaran menurut hokum positif terdapat tiga macam
hal dalam pembagiannya yaitu: Harta benda wakaf tidak bergerak, harta benda
wakaf bergerak selain uang, harta benda wakaf bergerak berupa uang. Dalam hal
ini terjadinya pelaksanaan ikrar wakaf dianggap sah apabila terdapat
sekurang-kurangnya dua saksi. Sedangkan dalam KHI yang dmana pelaksanaan ikrar
wakaf ini dikuatkan dengan adanya pembuktian yang berupa persaksian yang dimana
tertuang dalam KHI pasal 223 angka (4).
BAB III
KESIMPULAN
Setelah membahas secara mendalam, maka
kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:
1. Kajian hukum positif menghasilkan kesimpulan bahwa
pada dasarnya selagi syarat dan rukun wakaf itu telah terpenuhi, maka secara hukum
islam wakaf itu sudah berlaku. Akan tetapi, dikarenakan melihat kenyataan
zaman yang jelas sudah berubah, maka beberapa konsep pengesahan wakaf tersebut
diatur beda dalam hukum positif demi menjaga maslahat yang lebih sesuai dengan
ruh-ruh syariah Islam.
2. Dalam
tata cara untuk melakukan wakaf memiliki lima
(5) tahap yang harus dilakukan. 1) Waqif datang ke PPAIW untuk ikrar
wakaf; 2) Ketika si waqif datang tersebut ia harus sudah melengkapi
dokumen-dokumennya; 3) PPAIW harus meneliti semua dokumen dan juga saksi-saksi;
4) Waqif harus melakukan ikrar di depan 2 saksi dengan ikrar yang jelas;
5) PPAIW mengeluarkan Akta Ikrar Wakaf resmi.
DAFTAR PUSTAKA
-
Abid Abdullah al-Kabisi, Muhammmad.
2004. Hukum Wakaf. Bogor:
IIMaN
-
Al-Alabij, Adiyani. 1989.
Perwakafan Tanah Di Indonesia. Jakarta:
CV. Rajawali
-
Anshori, Abdul Ghofur. 2006.
Hukum dan Praktek Perwakafan di Indonesia. Yogyakarta.
Pilar Media
-
Direktorat pemberdayaan Wakaf,
Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarkat Islam. 2007. Pedoman Pengelolaan
Wakaf Tunai. Jakarta:
Direktorat pemberdayaan Wakaf, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarkat Islam
-
Saabiq ,Sayyid, 1988.
Fiqih Sunnah 14, Bandung,
Al-Maarif
-
Tim Redaksi Nuansa Aulia. 2008.
Kompilasi Hukum Islam. Bandung:
Nuansa Aulia
-
Depag, 1993, Pedoman
Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, Jakarta,
Proyek Pembinaan Sarana Keagamaan Islam Zakat dan Wakaf